Kumpulan Cerpen, Novel, Puisi, Komunitas Penulis, Lomba Menulis Cerpen dan Novel

Darahku dan Cintamu #4

Inilah bagian akhir dari kisah cinta Brian dalam Darahku dan Cintamu...

SAAT tersadar Brian menyadari tubuhnya telah terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit. Sekujur tubuh Brian begitu sakit dan ngilu, rasanya telah lama sekali tubuhnya terbaring di atas tempat tidur. Brian memandangi satu persatu orang yang menunggunya. Dia lihat mata Uminya yang begitu bengkak karena menangis dan ditangannya tergantung tasbih yang ia beli saat pulang menunaikan ibadah hajinya. Sementara Abi Brian terus menguatkan umi. Lalu Brian melihat dua wajah yang sangat tidak asing dalam ingatannya. Dia berusaha mengingatnya dan tersadar akan wajah dua orang itu. Wajah itu—pertama kali—Brian lihat saat memasuki rumah Chika. Sekuat tenaga Brian memanggil nama Chika. Entah kenapa saat terluka seperti ini hanya Chika yang mampu membuat Brian kembali berdiri.
“Istirahatlah dulu nak, kamu baru sadar dari koma hampir dua minggu. Chika nanti akan datang menemuimu. Cepatlah sembuh maka om dan tante akan mengantar Chika kesini.”
Tebakan Brian benar. Meraka adalah ayah dan ibu Chika. Brian percaya Chika sulit untuk memaafkannya. Brian rasa itu sangat wajar karena telah meninggalkan Chika demi Tania—cinta pertamanya—seorang penghianat. Sampai saat kondisi Brian membaik, Chika tak pernah mengunjunginya di rumah sakit. Brian sangat merindukan Chika bahkan sangat membutuhkannya untuk menguatkan Brian kembali. Brian butuh semangat, canda tawa dan butuh senyuman imut dari Chika. Brian sangat membutuhkan Chika berada disampingnya.
Hari demi hari kondisi Brian makin membaik. Dokter telah membolehkank Brian untuk pulang ke rumah besok dengan syarat dia harus menjalani pengobatan jalan. Umi dan Abi memeluk tubuh Brian. Dia tahu hampir sebulan ini mereka lelah untuk menjaganya. Brian telah membuat mereka khawatir, membuat umi menangis.
“Selamat ya Brian, mulai sekarang kamu harus jaga dirimu baik-baik...” Ibu Chika memberiku nasehatnya dengan lembut. “Kami juga ingin pamit kembali ke Kanada.”
“Tapi om dan tante janji membawa Chika ke sini. Sekarang aku telah sembuh, Om. Tolong antar Chika ke sini. Aku ingin minta maaf dengannya, Om”
“Tenang saja om dan tante tak pernah lupa janji itu, Bri.”
Lalu ayah Chika menyodorkan sebuah handycam milik Chika yang sering dibawahnya kemana-kemana, sebuah diary ungu dan selembar surat bersampul ungu.
Brian tak mengerti. Dalam hati dia bertanya, “Kenapa ayahnya Chika memberiku barang-barang milik Chika?” Padahal yang Brian butuhkan adalah Chika, bukan barang-barang ini. Lalu seperti di komandoi umi-abi, orang tua Chika keluar dari ruang kamar perawatan Brian meninggalkannya sendiri. Brian memutar video dari handycam Chika. Di sana Chika merekam semua gerakan Brian, dari sejak pertama kali mereka berkenalan, saat dia masih menganggap Chika gadis imut yang aneh, sampai saat mereka buka butik dan toko sepatu. Chika juga merekam saat Brian tertidur mendengkur karena kelelahan. Chika memberi nama folder diri Brian ‘my love my life video’, membuat Brian tersenyum kegelian. Chika memang gadis yang mampu membeli semua rasa sakit Brian. Lalu Brian membuka buku diary milik Chika. Tiap lembar ia memasang foto mereka dan semua kejadian yang mereka lewati. Semuanya tertulis dengan rapi di diary warna ungu itu. Dan terakhir Brian membuka surat darinya, bersampul ungu yang dia tahu memang Chika sangat menggilai warna violet.


Dear kakak Brian ku sayaaang....
Bagaimana keadaanmu Kak saat membaca surat ini? Aku harap kau telah berhasil melawan sakitmu. Berjanjilah padaku akan menjaga tubuhmu karena hidup hanya sekali Kak dan nyawa tak dapat kau beli. Apa kau ingat saat pertama kali ku ajak kau ke pemakaman jeruk purut? Makam itu milik Yudha, dia adalah orang yang dulu Chika sangat sayang namun dia pergi meninggalkan ku sendiri bersama dengan hobinya balapan motor. Saat kau datang padaku hanya meminta cincin kenanganmu itu, aku melihat Yudha dalam caramu mencinta seseorang. Itulah alasan kenapa aku menukar cincin kakak dengan kebersamaan kita karena aku ingin belajar mencinta kakak sama seperti aku mencintai Yudha dulu. Ayah ibuku mengajaku untuk menetap di Kanada karena dalam otakku terdapat kanker namun aku tak ingin meninggalkan Yudha sendiri di sini Kak, sampai saat aku menemukan kakak Brian. Aku menemukan semangat hidup, aku ingin hidup lebih lama untuk bersamamu Kak.
Tiap butir pil yang harus ku paksa masuk dalam mulutku itu ku sertakan cintamu agar aku mampu menelannya. Saat tubuhku sakit aku sembunyikan itu agar tak ku lihat raut wajah sedihmu. Saat kita sibuk dengan pengembangan butik dan toko sepatu, aku sering lupa meminum obat rutinku, membuat tubuhku pingsan dengan sendirinya. Saat kau ingin membawaku ke rumah sakit, aku sangat ketakutan. Aku takut kau sedih Kak dan menjadi beban fikiranmu. Saat aku terbang ke Kanada untuk check up kondisi otakku, dokter memintaku menjalani perawatan insentif. Aku pulang ke Indonesia untuk memintamu menemaniku melewati perawatan itu karena aku mulai takut saat dokter memberi tahu kalau status kankerku memasuki stadium 3. Namun belum sempat ku cerita itu padamu, kau meminta izin untuk menikahi Tania, mantan pacarmu dulu. Ingin rasanya mendengar jawabanmu kalau kau tidak bahagia dengan kehadirannya namun yang ku dengar itu berbeda. Saat itu aku sadar Kak, aku tak pernah mampu membuatmu jatuh cinta padaku. Hatiku hancur Kak. Namun aku tetap harus tersenyum agar kau tak berat pergi meninggalkanku. Saat kakak pergi, aku hanya bisa berlari ke toilet restoran hanya untuk menangisi kegagalanku membuatmu jatuh cinta padaku.
Kini saat ku tahu dari karyawan butik kita kalau kau berjuang dengan maut, aku kabur dari rumah sakit dan terbang ke Indonesia. Hatiku sangat remuk saat ku lihat sekujur tubuhmu terluka, memar dan membutuhkan transfusi darah secepat mungkin. Aku memberikan darahku untuk tubuhmu, meski aku harus menandatangi surat pernyataan akan menanggung semua resiko mengingat saat itu tubuhku pun lagi berjuang melawan penyakitku. Namun apapun itu Kak, akan ku lakukan buatmu. Aku ingin darahku yang mengalir dalam tubuhmu bukan darah orang yang tak kau kenal. Aku ingin cintaku tetap mengalir dalam tubuhmu meski kau tak mampu mencintaiku kak. Setalah tim dokter berjuang menyelamatkan dirimu, samar-samar ku dengar mereka bilang pada ayah ibuku, abi umimu kalau kedua kornea matamu rusak.
Dalam kondisiku yang lemah dan nafasku pun rasanya hampir putus, ku berusaha menulis surat cinta pertamaku untukmu yang mungkin akan jadi yang terakhir pula. Tak tahu sampai kapan aku masih bisa menjaga cintaku untukmu Kak, cinta yang tak pernah kau balas. Cinta yang ku berikan lebih besar dari yang kau tahu. Aku meminta ayah ibuku untuk memberi mataku untukmu saat Tuhan tak memberiku kesempatan lagi untuk menjagamu. Berjanjilah padaku Kak, kau akan menjaga tubuhmu demi darahku yang mengalir dalam tubuhmu. Demi kedua kornea mataku yang kini kau pakai untuk meyakinkanmu kalau keindahan itu masih ada dan terus tersenyum apapun yang terjadi. Jangan bilang pada Tuhan kau punya masalah, namun bilanglah pada masalah kalau kau punya Tuhan. Ucapkan dalam hatimu semuanya akan baik-baik saja dan aku yakin kakak mampu melewatinya. Aku mohon berjanjilah buatku, kau akan bahagia karena bahagiamu itu yang ku butuhkan. Terima kasih kak, telah memberiku kesempatan walau sangat singkat namun bersamamu itu membuatku bahagia. Memberiku true story love.

Aku mencintaimu kakak Brian.
RS. Pertamina Jakarta, 23 Oktober 2012
Chika Putri Pradipta


Brian memeluk tubuhnya yang menggigil. Tangis Brian pecah di kamar VIP, ruang perawatannya. Brian larut dalam kecantikan Tania tanpa pernah menyadari kalau Tuhan telah mengirimkan malaikatnya untuk menemani hari-harinya. Dengan kebodohannya, Brian membuang semua kesempatan itu begitu saja dan kini Tuhan mengambil kembali malaikatnya. Brian tak pernah menjaga apa yang dia miliki, silau dengan tampilan luar yang dikemas begitu cantik. Brian tak sadar kalau saja terkadang mata selalu menipu. Saat kehilangan, Brian baru merasakan rindu dan sadar semuanya telah pergi. Rasanya ingin berlari mengejar keterlambatan itu tapi semuanya tak mungkin. Chika membuat Brian menangis karena kebodohannya, menyia-nyiakan cinta. Sekarang Tuhan membuat Brian mencintai setengah mati seseorang yang berada di dimensi berbeda. Brian percaya dimanapun Chika saat ini, dia tersenyum bahagia. Chika telah membuat Brian jatuh cinta bahkan sangat cinta. Brian percaya Chika hidup dalam tubuhnya, mengalir dalam darahnya. Saat Brian rindu kapan saja, dia bisa memejamkan matanya yang dulu milik Chika. Brian akan menemui Chika dalam cintanya.
Hari ini Brian duduk tepat di depan batu nisan milik Chika, membawakannya warna-warni bunga yang cantik dan mengirmkannya ribuan doa. Chika telah memberi Brian cinta yang tak pernah dia sadari. Chika selalu membuat Brian bangkit dan tetap berdiri dengan tegar mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Berkat Chika, Brian percaya kalau kecantikan fisik tak pernah menjamin kecantikan hati. Kalau hubungan yang telah lama dilewati tak berarti mampu menciptakan rasa tulus.

Chika mengajarkan Brian untuk tetap hidup sederhana agar saat berada di atas, Brian tak pernah lupa kalau semuanya di awali dari nol. Brian menjual love house yang dulu dia beli buat Tania. Dari hasil penjualan itu, Brian membangun pasantren dan mesjid agar tiap harinya Chika menerima kiriman kado terindah dari para santri dan jamaah mesjid. Pasantren dan mesjid yang Brian beri nama Nur Chika Putri Pradipta.


*TAMAT*
Tag : Cerpen, Cinta
0 Komentar untuk "Darahku dan Cintamu #4"

Untuk diperhatikan!!!

1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus

Back To Top