Inilah bagian akhir dari
kisah cinta Brian dalam Darahku dan Cintamu...
SAAT tersadar Brian
menyadari tubuhnya telah terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit. Sekujur
tubuh Brian begitu sakit dan ngilu, rasanya telah lama sekali tubuhnya terbaring
di atas tempat tidur. Brian memandangi satu persatu orang yang menunggunya. Dia
lihat mata Uminya yang begitu bengkak karena menangis dan ditangannya
tergantung tasbih yang ia beli saat pulang menunaikan ibadah hajinya. Sementara
Abi Brian terus menguatkan umi. Lalu Brian melihat dua wajah yang sangat tidak
asing dalam ingatannya. Dia berusaha mengingatnya dan tersadar akan wajah dua
orang itu. Wajah itu—pertama kali—Brian lihat saat memasuki rumah Chika. Sekuat
tenaga Brian memanggil nama Chika. Entah kenapa saat terluka seperti ini hanya Chika
yang mampu membuat Brian kembali berdiri.
“Istirahatlah dulu nak, kamu baru sadar
dari koma hampir dua minggu. Chika nanti akan datang menemuimu. Cepatlah sembuh
maka om dan tante akan mengantar Chika kesini.”
Tebakan Brian benar. Meraka adalah ayah
dan ibu Chika. Brian percaya Chika sulit untuk memaafkannya. Brian rasa itu
sangat wajar karena telah meninggalkan Chika demi Tania—cinta pertamanya—seorang
penghianat. Sampai saat kondisi Brian membaik, Chika tak pernah mengunjunginya
di rumah sakit. Brian sangat merindukan Chika bahkan sangat membutuhkannya
untuk menguatkan Brian kembali. Brian butuh semangat, canda tawa dan butuh
senyuman imut dari Chika. Brian sangat membutuhkan Chika berada disampingnya.
Hari demi hari kondisi Brian makin
membaik. Dokter telah membolehkank Brian untuk pulang ke rumah besok dengan
syarat dia harus menjalani pengobatan jalan. Umi dan Abi memeluk tubuh Brian.
Dia tahu hampir sebulan ini mereka lelah untuk menjaganya. Brian telah membuat
mereka khawatir, membuat umi menangis.
“Selamat ya Brian, mulai sekarang kamu
harus jaga dirimu baik-baik...” Ibu Chika memberiku nasehatnya dengan lembut. “Kami
juga ingin pamit kembali ke Kanada.”
“Tapi om dan tante janji membawa Chika ke
sini. Sekarang aku telah sembuh, Om. Tolong antar Chika ke sini. Aku ingin
minta maaf dengannya, Om”
“Tenang saja om dan tante tak pernah lupa
janji itu, Bri.”
Lalu ayah Chika menyodorkan sebuah handycam milik Chika yang sering
dibawahnya kemana-kemana, sebuah diary
ungu dan selembar surat bersampul ungu.
Brian tak mengerti. Dalam hati dia bertanya, “Kenapa ayahnya Chika memberiku barang-barang milik Chika?” Padahal yang Brian butuhkan adalah Chika, bukan barang-barang ini. Lalu seperti di komandoi umi-abi, orang tua Chika keluar dari ruang kamar perawatan Brian meninggalkannya sendiri. Brian memutar video dari handycam Chika. Di sana Chika merekam semua gerakan Brian, dari sejak pertama kali mereka berkenalan, saat dia masih menganggap Chika gadis imut yang aneh, sampai saat mereka buka butik dan toko sepatu. Chika juga merekam saat Brian tertidur mendengkur karena kelelahan. Chika memberi nama folder diri Brian ‘my love my life video’, membuat Brian tersenyum kegelian. Chika memang gadis yang mampu membeli semua rasa sakit Brian. Lalu Brian membuka buku diary milik Chika. Tiap lembar ia memasang foto mereka dan semua kejadian yang mereka lewati. Semuanya tertulis dengan rapi di diary warna ungu itu. Dan terakhir Brian membuka surat darinya, bersampul ungu yang dia tahu memang Chika sangat menggilai warna violet.
Brian tak mengerti. Dalam hati dia bertanya, “Kenapa ayahnya Chika memberiku barang-barang milik Chika?” Padahal yang Brian butuhkan adalah Chika, bukan barang-barang ini. Lalu seperti di komandoi umi-abi, orang tua Chika keluar dari ruang kamar perawatan Brian meninggalkannya sendiri. Brian memutar video dari handycam Chika. Di sana Chika merekam semua gerakan Brian, dari sejak pertama kali mereka berkenalan, saat dia masih menganggap Chika gadis imut yang aneh, sampai saat mereka buka butik dan toko sepatu. Chika juga merekam saat Brian tertidur mendengkur karena kelelahan. Chika memberi nama folder diri Brian ‘my love my life video’, membuat Brian tersenyum kegelian. Chika memang gadis yang mampu membeli semua rasa sakit Brian. Lalu Brian membuka buku diary milik Chika. Tiap lembar ia memasang foto mereka dan semua kejadian yang mereka lewati. Semuanya tertulis dengan rapi di diary warna ungu itu. Dan terakhir Brian membuka surat darinya, bersampul ungu yang dia tahu memang Chika sangat menggilai warna violet.
Dear kakak Brian ku
sayaaang....
Bagaimana
keadaanmu Kak saat membaca surat ini? Aku harap kau telah berhasil melawan
sakitmu. Berjanjilah padaku akan menjaga tubuhmu karena hidup hanya sekali Kak
dan nyawa tak dapat kau beli. Apa kau ingat saat pertama kali ku ajak kau ke
pemakaman jeruk purut? Makam itu milik Yudha, dia adalah orang yang dulu Chika sangat sayang namun dia pergi meninggalkan ku sendiri
bersama dengan hobinya balapan motor. Saat kau datang padaku hanya meminta cincin
kenanganmu itu, aku melihat Yudha dalam caramu mencinta seseorang. Itulah
alasan kenapa aku menukar cincin kakak dengan kebersamaan kita karena aku ingin
belajar mencinta kakak sama seperti aku mencintai Yudha dulu. Ayah ibuku
mengajaku untuk menetap di Kanada karena dalam otakku terdapat kanker namun aku
tak ingin meninggalkan Yudha sendiri di sini Kak, sampai saat aku menemukan
kakak Brian. Aku menemukan semangat hidup, aku ingin hidup lebih lama untuk
bersamamu Kak.
Tiap butir pil yang harus ku paksa masuk dalam
mulutku itu ku sertakan cintamu agar aku mampu menelannya. Saat tubuhku sakit
aku sembunyikan itu agar tak ku lihat raut wajah sedihmu. Saat kita sibuk
dengan pengembangan butik dan toko sepatu, aku sering lupa meminum obat rutinku,
membuat tubuhku pingsan dengan sendirinya. Saat kau ingin membawaku ke rumah
sakit, aku sangat ketakutan. Aku takut kau sedih Kak dan menjadi beban
fikiranmu. Saat aku terbang ke Kanada untuk check up kondisi otakku, dokter
memintaku menjalani perawatan insentif. Aku pulang ke Indonesia untuk memintamu
menemaniku melewati perawatan itu karena aku mulai takut saat dokter memberi
tahu kalau status kankerku memasuki stadium 3. Namun belum sempat ku cerita itu
padamu, kau meminta izin untuk menikahi Tania, mantan pacarmu dulu. Ingin
rasanya mendengar jawabanmu kalau kau tidak bahagia dengan kehadirannya namun
yang ku dengar itu berbeda. Saat itu aku sadar Kak, aku tak pernah mampu
membuatmu jatuh cinta padaku. Hatiku hancur Kak. Namun aku tetap harus
tersenyum agar kau tak berat pergi meninggalkanku. Saat kakak pergi, aku hanya
bisa berlari ke toilet restoran hanya untuk menangisi kegagalanku membuatmu
jatuh cinta padaku.
Kini saat ku tahu dari karyawan butik kita
kalau kau berjuang dengan maut, aku kabur dari rumah sakit dan terbang ke
Indonesia. Hatiku sangat remuk saat ku lihat sekujur tubuhmu terluka, memar dan
membutuhkan transfusi darah secepat mungkin. Aku memberikan darahku untuk
tubuhmu, meski aku harus menandatangi surat pernyataan akan menanggung semua
resiko mengingat saat itu tubuhku pun lagi berjuang melawan penyakitku. Namun
apapun itu Kak, akan ku lakukan buatmu. Aku ingin darahku yang mengalir dalam
tubuhmu bukan darah orang yang tak kau kenal. Aku ingin cintaku tetap mengalir
dalam tubuhmu meski kau tak mampu mencintaiku kak. Setalah tim dokter berjuang menyelamatkan
dirimu, samar-samar ku dengar mereka bilang pada ayah ibuku, abi umimu kalau
kedua kornea matamu rusak.
Dalam kondisiku yang lemah dan nafasku pun
rasanya hampir putus, ku berusaha menulis surat cinta pertamaku untukmu yang
mungkin akan jadi yang terakhir pula. Tak tahu sampai kapan aku masih bisa
menjaga cintaku untukmu Kak, cinta yang tak pernah kau balas. Cinta yang ku
berikan lebih besar dari yang kau tahu. Aku meminta ayah ibuku untuk memberi
mataku untukmu saat Tuhan tak memberiku kesempatan lagi untuk menjagamu.
Berjanjilah padaku Kak, kau akan menjaga tubuhmu demi darahku yang mengalir
dalam tubuhmu. Demi kedua kornea mataku yang kini kau pakai untuk meyakinkanmu
kalau keindahan itu masih ada dan terus tersenyum apapun yang terjadi. Jangan
bilang pada Tuhan kau punya masalah, namun bilanglah pada masalah kalau kau
punya Tuhan. Ucapkan dalam hatimu semuanya akan baik-baik saja dan aku yakin
kakak mampu melewatinya. Aku mohon berjanjilah buatku, kau akan bahagia karena
bahagiamu itu yang ku butuhkan. Terima kasih kak,
telah memberiku kesempatan walau sangat singkat namun bersamamu itu membuatku
bahagia. Memberiku true story love.
Aku mencintaimu kakak Brian.
RS. Pertamina Jakarta,
23 Oktober 2012
Chika Putri Pradipta
Brian memeluk tubuhnya yang menggigil.
Tangis Brian pecah di kamar VIP, ruang perawatannya. Brian larut dalam
kecantikan Tania tanpa pernah menyadari kalau Tuhan telah mengirimkan malaikatnya
untuk menemani hari-harinya. Dengan kebodohannya, Brian membuang semua
kesempatan itu begitu saja dan kini Tuhan mengambil kembali malaikatnya. Brian
tak pernah menjaga apa yang dia miliki, silau dengan tampilan luar yang dikemas
begitu cantik. Brian tak sadar kalau saja terkadang mata selalu menipu. Saat
kehilangan, Brian baru merasakan rindu dan sadar semuanya telah pergi. Rasanya
ingin berlari mengejar keterlambatan itu tapi semuanya tak mungkin. Chika
membuat Brian menangis karena kebodohannya, menyia-nyiakan cinta. Sekarang
Tuhan membuat Brian mencintai setengah mati seseorang yang berada di dimensi berbeda.
Brian percaya dimanapun Chika saat ini, dia tersenyum bahagia. Chika telah
membuat Brian jatuh cinta bahkan sangat cinta. Brian percaya Chika hidup dalam
tubuhnya, mengalir dalam darahnya. Saat Brian rindu kapan saja, dia bisa
memejamkan matanya yang dulu milik Chika. Brian akan menemui Chika dalam
cintanya.
Hari ini Brian duduk tepat di depan batu
nisan milik Chika, membawakannya warna-warni bunga yang cantik dan
mengirmkannya ribuan doa. Chika telah memberi Brian cinta yang tak pernah dia
sadari. Chika selalu membuat Brian bangkit dan tetap berdiri dengan tegar
mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Berkat Chika, Brian percaya
kalau kecantikan fisik tak pernah menjamin kecantikan hati. Kalau hubungan yang
telah lama dilewati tak berarti mampu menciptakan rasa tulus.
Chika mengajarkan Brian untuk tetap hidup
sederhana agar saat berada di atas, Brian tak pernah lupa kalau semuanya di
awali dari nol. Brian menjual love house
yang dulu dia beli buat Tania. Dari hasil penjualan itu, Brian membangun
pasantren dan mesjid agar tiap harinya Chika menerima kiriman kado terindah
dari para santri dan jamaah mesjid. Pasantren dan mesjid yang Brian beri nama
Nur Chika Putri Pradipta.
*TAMAT*
0 Komentar untuk "Darahku dan Cintamu #4"
Untuk diperhatikan!!!
1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus