Sebelum membaca cerpen ini, alangkah baiknya para
pemirsa dimanapun Anda berada sedia tisu sebelum hujan air mata, hehehe.
Selamat mencicipi kisahnya!
BRIAN menelusuri
hiruk pikuk toko emas. Mata Brian melirik ke kiri dan kanan, mencoba mengingat
toko emas yang dikunjunginya dua bulan lalu untuk membuat cincin lamaran ke
Tania. Toko Sinar Emas. Ya, Brian melihat lagi toko emas itu dan meyakinkan langkahnya
untuk masuk ke dalam toko.
Brian menarik nafas
panjang dan mengeluarkan kotak cincin dari saku celananya. Ingatan Brian
kembali tertampar saat membuka kotak cincin berisi cincin emas buat Tania. Cincin emas yang Brian beli saat menerima
gaji pertama sebagai seorang pegawai negeri sipil. Cincin sederhana untuk
melamar Tania menjadi pendamping hidup dan calon ibu dari anak-anaknya, kelak bersamanya.
Namun tak pernah muncul difikiran Brian kalau orang yang dia cintai empat tahun
lamanya menolak lamarannya. Dengan alasan, belum siap berjalan beriringan
melewati rumah tangga dengan penghasilan Brian yang pas-pasan. Tania seperti
menampar wajah Brian dengan bola api kehidupan yang begitu panas, membakar
semua harapannya. Lalu Tania pergi meninggalkan hati Brian yang remuk dan
berlenggang dengan cantiknya, mencari ambisinya menjadi seorang
model. Terlalu sakit saat mengingat akhir cerita dengan Tania dan cincin
itu begitu menyesakan dada Brian. Kini Brian kembali pada toko emas.
Hanya untuk membuang semua harapan yang telah hangus terbakar rasa kecewa. Dengan
hati yang sangat berat, dia jual kembali cincin cintanya—selama empat
tahun—pada Koko Lim yang berbadan putih tambun. Brian pergi secepat mungkin
meninggalkan Toko Sinar Emas.
Belum cukup lima belas menit, otaknya di
gerogoti kenangan bersama Tania.
Ketika dia bilang, “Mas nanti kalau
kita menikah aku ingin memiliki dua orang anak. Aku mau anak pertama seorang
pria dan anak kedua wanita. Saat mas libur kantor, kita jalan ke Kawah Putih
lalu traveling ke Raja Ampat.” Semua tawa, manja dan suaranya
menggoda ingatan Brian. Dia putar kembali sepeda motornya menuju Toko Sinar
Emas. Brian berlari secepat mungkin ke toko itu untuk mengambil kembali
kenangannya yang baru dijual. Namun dada Brian semakin sesak, saat cincin itu
sudah tidak terpajang pada etalase toko milik Koko Lim.
“Ko...Maaf
cincin yang barusan aku jual itu bisa ku beli kembali?” tanya Brian
dengan nafas yang masih belum beraturan.
“Haiya, kamu
olang ini bagaimana, balu jual sekalang mau beli lagi, cincin kamu sudah laku.” Koko Lim
berbicara dengan dialek aneh mengganti huruf R menjadi L.
“Kalau begitu
saya minta nomor telepon pembelinya Ko, bisakan?? Aku mohon Ko...,” pinta Brian dengan
memelas.
Melihat wajah Brian penuh dengan raut
nasib tak jelas dan aura kesedihan yang mungkin terpancar, bisa dibaca oleh
Koko Lim. Dia memberi Brian nota karbon berisi nama dan nomor handphone pembeli
cincin kenangannya.
***
Otak Brian masih berfikir apa yang harus
dia bilang pada pemilik baru cincinnya itu. Bagaimana kalau dia tak ingin
menjualnya kembali pada Brian. Semua pertanyaan itu muncul tanpa bisa Brian
jawab. Lalu Brian memberanikan diri menekan nomor handphone—yang
ada pada nota pembelian—yang diberikan Koko Lim padanya. Terdengar nada sambung
dari balik handphone Brian dan tak lama kemudian suara merdu
itu menyapanya.
“Hallo, Assalamu Alaikum!” suara itu menyapa.
“Walaikum salam, maaf benar ini
dengan mbak Chika?” tanya Brian, sedikit gugup.
“Oh iya benar ini siapa yah, mas?” suara itu balik
bertanya.
Brian mencoba untuk menceritakan semua
yang terjadi pada dirinya dan cincin kenangan itu. Berharap dia sedikit iba dan
mau menjual kembali cincin harapannya bersama Tania. Brian tak tahu apa yang ada dalam fikiran Chika. Ia hanya
meminta Brian untuk datang ke perumahan elit di kawasan Jakarta Selatan. Lalu Brian
memacu secepat mungkin motornya, bagaikan seorang pembalap F1 yang berlaga di
sirkuit.
Tepat sejam Brian sampai depan rumah
Chika, rumah yang sangat mewah menurut Brian. Dia disambut oleh satpam rumah yang
berwajah garang namun sangat bersahabat, mengantar Brian masuk menemui tuan
rumahnya. Brian menunggu Chika diruang tamu yang megah. Brian melihat foto
keluarga terpajang dengan ukuran besar di dinding. Terlihat seorang pria
setengah baya mengenakan setelan jas begitu berwibawa. Sangat terlihat kalau dia
seorang pemimpin dan tepat berdiri disampingnya, wanita cantik mengenakan
kebaya berwarna senada dengan gadis imut yang duduk sendiri pada foto mereka.
Brian pastikan itulah Chika, gadis yang membawa Brian sampai dirumah ini.
“Kakak Brian,
ya?” suara lembut itu mengalihkan penglihatan Brian pada foto keluarganya.
“Iya,” jawab Brian
simpel sambil membalas senyuman manisnya.
Brian tak berani menatap mata Chika yang
cantik, jantungnya berirama seperti gendang dangdutan. Lalu Brian melihat
dijari manis Chika. Ia memakai cincin kenangan Brian, yang seharusnya melingkar
pada jari manis Tania bukan jari manis Chika. Ingin rasanya segera melepaskan
cincin itu dari jari manis Chika.
“Kakak Brian
menginginkan cincin ini kembali?” tanya Chika sambil memamerkan
cincin itu dijari manisnya.
“Iya, Ka. Aku
kesini memang untuk cincin itu. Aku akan beli berapapun yang kamu minta, tapi
kalau boleh jangan terlalu mahal,” jawab Brian sedikit memaksa.
Chika
menggeleng. “Aku tidak butuh uang kakak. Aku cuma butuh waktu kakak dua minggu
menemaniku kemanapun yang aku mau. Setelah itu kakak Brian boleh mengambil
kembali cincin kakak. Bagaimana?”
Brian bingung. Dia menolak permintaan
Chika yang aneh, “Tapi aku kerja, aku punya tanggung jawab dengan pekerjaanku.”
“Seminggu
kakak ambil cuti dan seminggu lagi kakak temui aku tiap pulang jam kerja,” kembali Chika menjelaskan permintaannya.
Brian tahu Chika punya uang lebih dari
yang dia miliki. Dia tidak mungkin menukar cincinnya dengan uang. Dalam hati
Brian bertanya, “Kenapa harus aku yang menemaninya?” Permintaan yang harus Brian
terima dan menelannya seperti pil pahit, dicekok kedalam mulutnya secara paksa.
Bersambung....
Untuk sementara pause dulu yah. Penasaran kan? Hehehe
Nantikan
kelanjutan ceritanya di postingan selanjutnya...Untuk sementara pause dulu yah. Penasaran kan? Hehehe
1 Komentar untuk "Cerpen Cinta: Darahku dan Cintamu #1"
cerita ini cukup menarik sekali kita dapat mengambil inti dari kisah ini.
Untuk diperhatikan!!!
1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus