NUN jauh di sana...
Bunyi nada dering SMS received, Dik Carissa...malam
ini kan malam minggu...kita jalan ke taman kota yukk!! Sebuah SMS dari
Mister Pramudya atau lebih biasa dipanggil Pak Pram muncul di layar HP Bu
Carissa.
Aduhh sekali lagi maaf
Pak Pram...badan saya kurang sehat!! jemari lentik halus Bu Carissa nampak
menari cepat menekan keypad HP-nya
saat membalas pesan dari Pak Pram. Bunyi nada dering SMS delivered.
Bunyi nada dering SMS received...
Bunyi nada dering SMS received lagi. Dua SMS sekaligus masuk ke-inbox Bu Carissa. Banyak
istirahat....kalau butuh ke dokter, saya bisa temani Dik!! Isi pesan
balasan dari Pak Pram terlihat gigih tanpa mau menyerah untuk bisa bertemu
dengan Bu Carissa.
Nanti saya hubungi lagi
ya Pak jika memang saya mau ke dokter. Terimakasih. Balas Bu Carissa dengan
kalimat penolakan halus agar tak menyinggung perasaan penerima pesan. Bunyi
nada dering SMS delivered. Jemari
lentik Bu Carissa kembali menari untuk melanjutkan membuka SMS kedua, Bu dosenku yang cantik, malam minggu pukul
tujuh aku apel ke rumahmu...boleh?? sebuah pesan dari Bre bernada kelakar
dengan meniru bait lagu alm. Gombloh membuat sudut bibir Bu Carissa terangkat
dan mengembang. Senyumnya terbit tatkala membaca isi SMS Bre tersebut.
Saya takut premannya
minta jatah, saya lagi kurang enak badan. Jadi mending kita ketemu di warung
wedang ronde dekat Patungsang, menemani saya minum wedang hangat, balas Bu Carissa Via
SMS dengan tersenyum manis. Bunyi nada dering SMS delivered.
Sakjane wis suwe, aku naksir kowe ning ora kewetu...yo nduk yo..
Sak ayu-ayune jelas milih kowe, dadi inceranku..yo nduk yo..
Dino setu wage, las-lasan tanggale tak nembung bapakmu...yo nduk yo..
Yen kowe meneg wae, ra ono jawab e tak anggep setuju...yo nduk yo...
Sewu siji kenyo koyo kowe eman-eman...yen kleru jodone..
Lagu karya Genk Kubro berjudul Genduk mengiringi
langkah Bre menuju meja yang telah ditempati Ibu Carissa. Bre duduk di meja
paling pojok bersama Bu Carissa. Suasana santai, warung lesehan khas
Jogjakarta, sampai-sanpai lagunya pun juga harus lagu made in Jogjakarta seperti lagu Genk Kubro-nya mahasiswa Institut
Kesenian Jogjakarta yang sedang diperdengarkan saat itu. Selain wedang ronde
dan wedang jahe, ada juga ‘kopi joss’. Taukah saudara-saudara pembaca apakah
itu kopi joss?? Kopi joss adalah kopi hitam (plain coffee) yang disajikan dalam sebuah gelas kayu namun di-joss (baca:dicelupkan) dahulu dengan
sebuah bara menyala (arang menyala) sebelum disajikan. Rasanya menjadi unik dan
menggelitik. Aroma gosong nan gurih dan sedap senantiasa akan menusuk hidung
hingga tetes terakhir kopi.
“Ehm...saya pesan kopi joss pahit, gulanya dikit aja
mas..sama nasi kucing ikan teri. Eh Mas, nasinya dibakar dulu ya biar
mantap...!!!” ucap Bre tanpa malu-malu kepada mas pelayan yang sedari tadi siap
siaga dengan sebatang pensil HB dan seikat kertas pesanan.
Bre melirik kearah Bu Carissa. Dilihat olehnya bahwa
Ibu cantik itu sedang sibuk meniup wedang rondenya yang sepertinya masih panas
dengan diliputi kepulan asap beraroma jahe yang wangi. Di samping mangkuk
wedang ronde Bu Carissa tergeletak sebuah piring berisikan 3 potongan besar
tempe bacem dan 3 tusuk sate usus pedas. Tanpa permisi, Bre mencomot satu
potong tempe bacem anget itu dan langsung di gigitnya.
“Bu...jangan ditiup begitu, katanya ibu sedang sakit. Kalau
ditiup begitu apa ga malah tuh penyakit masuk ke mangkuk trus diminum lagi oleh
Ibu? Sama juga gondrong..eh..sama juga bohong Bu...!!!” ucap Bre sok berpetuah
bijak sambil mulutnya sibuk mengunyah tempe.
“Iya juga ya...uhh kamu tuh ya...udah ganteng...pinter
lagi!!!” Sambut Bu Carissa sembari tersenyum simpul.
“Ah Ibu...jangan begitu ah! Kepala Brian bisa membesar
nanti!!!” Jawab Bre sambil menggaruk kepala.
“Yee...ge-er!! Belum juga Ibu selesai ngomong udah
dipotong!! Udah ganteng...pinter...tapi sayangnya, playboy cap kadal!!
Hahahaha...,” Bu Carissa tertawa girang menandakan kemenangannya beradu kata
bersama mahasiswa brilian bernama Brian Kusuma Wardhana.
“Bu...aku mau ngomong penting!!” ucap Bre membuka
pembicaraan setelah ia menghabiskan nasi kucingnya.
“Apa Brian???” tanya Bu Carissa sambil mengerutkan
Keningnya yang licin mulus.
“Ibu, saya kok kayaknya lebih suka jika Ibu bersanding
bersama Pak Pram ya Bu daripada jika Ibu bersama lelaki buncit yang saya lihat
di mall itu!!” lanjut Bre serius.
“Brian...tolong...pliss ya? Jangan rusak suasana
hatiku malam ini, aku sudah cukup nyaman ngobrol dan becanda sama kamu di sini
malam ini. Aku tak mau semuanya berubah menjadi bad mood!!”
Terdengar kata-kata tegas Bu Carissa. Sebuah ketegasan
yang pernah dirasakan Bre saat dahulu kala meminta ujian lisan ke Bu Carissa.
“Ibu...saya tidak suka melihat lelaki buncit iitu Bu. Lagian
kayaknya dia terlalu tua buat Ibu!!” cerocos Bre tanpa memperdulikan wajah Bu
Carissa yang semakin berubah menuju bentuk menakutkan, sebuah wajah jutek nan
dingin seperti es.
“Brian!!! Cukuppp!! Tolong hargai privasiku, Brian!!
Lebih baik kita bahas topik yang lain saja!!” bentak Bu Carissa dengan marah.
Wajah Bu Carissa bersemu merah. Darahnya begitu cepat
mengalir ke kepala dan membunuh pekertinya.
“Buncit...buncit...buncit!!!” Bre membalas kegalakan
Bu Carissa dengan mendelik dan berkali-kali mencibir.
“Brian...diam kamu!!!”
Ibu Carissa menyalak dengan nada tinggi. Beberapa
pengunjung warung sempat terkaget oleh lengkingan suara Bu Carissa.
“Ibu yang diam!!!”
Bre tak mau kalah dan memainkan wajah super dungu. Ia
sengaja bertingkah santai dan tengil meski Bu Carissa berkali-kali
membentaknya.
“Ya sudah! Aku pulang saja kalau begitu!!!”
Bu Carissa dengan kasar berdiri dan hendak melangkah
pergi meninggalkan Bre. Namun dengan sigap, Bre menarik lengan halus Bu
Carissa. Langkah Bu Carissa menjadi terhenti sejenak.
“Si Buncit BURHAN DJATMIKO!!!” ucap Bre sambil melotot
kearah Bu Carissa.
Kini Bu Carissa yang sebaliknya ikut melotot.
Terjadilah aksi saling melotot di antara mereka. Bre menarik Bu Carissa untuk
duduk kembali. Bu Carissa pun menurut saja karena merasa heran dan penasaran
pada ucapan Bre yang terakhir tadi.
“Kamu kok tahu nama dia???” tanya Bu Carissa dengan
dibarengi kerutan di keningnya.
“Aku juga tahu kalau Ibu habis beli berlian ditemenin Si
Buncit !!!” imbuh Bre dan semakin membuat Bu Carissa heran.
“Aku juga tahu kalau Ibu mencium pipinya saat itu!”
“Aku juga tahu seberapa mesranya Ibu dengan dia!”
“Aku juga punya foto lengkap Ibu dan Si Buncit saat
beli erlian...uhh mesranya!!”
Bre terus saja nyerocos tiada henti. Bu Carissa yang
duduk di depan Bre menjadi heran dan uring-uringan. Terlihat mulut Bu Carissa
ngedumel sendiri tiada henti.
“Brian...tolong ceritakan ke Ibu! apa yang kamu
ketahui tentang Mas Burhan???” tanya
Bu Carissa dengan super penasaran.
“Males ah!! Katanya aku ga boleh ikut campur??!! Pulang
yuk...,” balas Bre enteng.
“Brian!!! Ayo cerita sekarang juga atau aku anulir
nilai B mu!!!” bentak Bu Carissa dengan melotot.
“Iya Bu...ampun...ampun...!!!” sahut Bre cepat dengan
nada panik. “Ibu tarik nafas yang dalam dulu lalu hembuskan!!! Bbegini....ehhmm...begini
Bu....aduh gimana ya menjelaskannya...,” ucap Bre kebingungan.
“Aduhh Briann!! Jangan bikin Ibu jadi tambah penasaran
dong...begina begini apaan sih???!!”
Bu Carissa mendelik sambil tangannya mencubit keras lengan Bre.
“Aduhh ampun Bu...ini deh Ibu lihat sendiri fotonya,
biar fotonya yang ngomong!!!” teriak Bre kesakitan sambil tangannya
menyorongkan HP ke arah Bu Carissa.
Dilayar HP Bre tengah terpampang foto tiga orang yang
sedang makan bersama. Suami, istri dan anaknya.
“Yang ini Si Buncit Burhan kan Bu, Burhan Djatmiko
tepatnya dan yang ini anaknya, namanya Keysha Luna Djatmiko. Kalau wanita yang
Ibu-ibu ini ya pastilah Ibunya Keysha, Bu. Kebetulan saya cukup kenal dengan
Keysha!!” ucap Bre sambil menunjukkan jari ke arah foto yang sedang
dibicarakan.
Bu Carissa mendadak seperti terlihat gemetar. Tubuhnya
menggigil keras. Matanya tajam memandang layar HP yang disodorkan Bre. Nafas Bu
Carissa terdengar memburu dan menderu. Sejenak kemudian Bre dibuat kaget
setengah mati, tiba-tiba tubuh Bu Carissa ambruk ke samping. Untungnya tempat
duduk warung bermodel lesehan sehingga tidak menimbulkan benturan terlalu keras
saat Bu Carissa limbung. Pingsan nampaknya.
Bre panik, ia panik pada keadaan Bu dosen cantik yang
sekarang tengah tersungkur lemah tanpa daya. Lebih panik lagi Bre mengingat
bahwa isi dompetnya tak cukup untuk membayar pesanan makanan dan minuman. Namun
keberuntungan sedang berpihak pada Bre, dibalik lipatan kecil dompetnya ia
temukan satu lipatan uang kertas warna biru.
Bre tiba di IRD rumah sakit dengan bantuan mobil salah
satu pengunjung warung lesehan yang iba memandang Bu Carissa yang pingsan. Bu
Carissa masih pingsan saat dibawa menuju ruangan IRD, satu tas wanita berwana
maroon milik Bu Carissa ditenteng Bre. Langkah Bre terhenti sejenak, dengan
perlahan ia masukkan tangannya ke dalam tas Bu Carissa, mencari-cari dan
akhirnya menemukan. Sebuah HP milik Bu Carissa telah ada digenggaman Bre
sekarang. Terlihat sejenak ia sibuk mengayunkan jemarinya di keypad HP Bu Carissa.
Sementara itu, nun jauh di sana...
Bunyi nada dering SMS received, Permisi Bapak/Mas/Saudara, pemilik HP ini sedang pingsan dan sekarang
dirawat di IRD Rumah Sakit 'SehatMedika'. Saya adalah warga setempat yang
menolong ybs. Saya menemukan no HP anda dari beberapa inbox SMS received di HP
ybs. Segera datang, HP dan tas ybs saya titipkan security Rumah Sakit.
Terimakasih tertulis SMS mengejutkan dengan nama pengirim Carissa.
Si penerima SMS begitu terperanjat, dengan gerakan
cepat ia segera berbenah dan secepat kilat kemudian meluncur menuju rumah sakit
yang dimaksud dalam SMS. 30 Menit berselang, Bu Carissa nampak mulai
menggerak-gerakkan jemarinya. Tak lama kemudian dengan berat ia buka kelopak
matanya. Kepalanya terasa begitu pusing, perutnya mual. Mata Bu Carissa
langsung berputar ke segala penjuru ruangan IRD mencari seorang Brian Kusuma
Wardhana. Namun Bu Carissa tak menemukan pria mudanya itu. Dari pintu muncul
seorang pria, Bu Carissa melirik pada pria yang baru datang itu. Sejurus
kemudian Bu Carissa tersenyum lemah.
“Dik Carissa tidak apa-apa? Tadi kan saya sudah
bilang, kalau perlu ke dokter bisa sama saya...!!”
Sebuah suara penuh ketenangan terlontar dari bibir
pria yang sekarang ada di samping ranjang Bu Carissa. Suara itu adalah milik
Pak Pram.
“Maaf...hemmfh...”
Hanya kalimat itu yang terucap dari bibir Bu Carissa
yang masih lemah. Namun kesadarannya masih mampu mengingat pada kejadian
terakhir di warung. Dalam hati, Bu Carissa seperti sedang meng-iya-kan
pernyataan dan saran Bre mengenai keberpihakan Bre kepada Pak Pram.
“Saya menerma SMS dari seseorang yang menolongmu Dik,
ia menyatakan sebagai warga setempat, sepertinya ia sudah pulang sekarang...,” lanjut
Pam Pram menjelaskan pada Bu Carissa sambil celingukan mencari seseorang yang
sekiranya adalah misterious message
sender yang tadi meng-SMS nya.
Bu Carissa tersenyum kembali. Sebuah senyuman yang ia
tujukan pada Bre dan akal bulusnya. Seorang jenius macam Bu Carissa tentu tak
sulit untuk mencerna ide pokok dari sutradara yang mendatangkan Pak Pram di
tempat itu. Senyuman Bu Carissa juga sebuah senyuman kegembiraan. Dalam
hatinya tiba-tiba merasa sangat tenang dan nyaman saat Pak Pram datang. Sebuah
ketenangan yang pernah ia dapatkan ketika ada di dalam pelukan Brian Kusuma
Wardhana.
***
Malam minggu yang cerah. Tak ada mendung yang
menggelayut di langit. Bintang gemintang berkelip indah menyuarakan keriangan.
Seiriang hati Bu Carissa hari itu, tepat tiga minggu setelah peristiwa
kepingsanan Bu Carissa. Wanita ini adalah seorang jenius yang berwawasan
luas. Ia cukup adaptif pada keadaan setelah beberapa waktu yang lalu melihat
foto Si Buncit yang ternyata telah beristri dan beranak. Namun ia tak lantas
main labrak mirip para pemain antagonis di tivi jika menemukan penyelewengan
cinta. Ia berusaha bijak menyikapi semuanya itu. Selama tiga minggu ini ia
berusaha menghindar dari sosok Burhan. Tatkala ia menerima SMS dari Burhan
berkaitan dengan perubahan sikapnya, ia hanya tersenyum dan membalas SMS, Rawat anak istrimu, cintai mereka sepenuh
hati...jika ternyata kau masih saja ngotot mempertanyakan ini, maka tepatlah
sudah jika aku memilih untuk meninggalkanmu!. Sebuah SMS lugas, tegas,
namun juga bernuansa cinta yang dalam dengan dibaluri unsur logika yang
dahsyat.
Sebuah mobil warna putih seperti yang pernah dilihat
Bre di kampus kala itu, kini terlihat sedang parkir di pelataran rumah Bu
Carissa.
“Dik, kita jalan yuk. Aku paling suka ke taman, suasananya
indah dan romantis hehe...,” ucap si pemilik mobil putih yang ternyata adalah
Pak Pram.
“Kok romantis?? Emang situ siapanya aku??” sambut
wanita cantik lawan bicara Pak Pram dengan melemparkan senyum manjanya. Sebuah
senyuman yang selama ini belum pernah tampil mewarnai bibir milik Bu Carissa.
“Situ kan teman dosenku, yang spesial tentunya..hehehe...,
” jawab Pak Pram asal namun bermuatan politik cinta yang pekat dan kuat.
“Pesan jagung bakarnya dua mas, manis pedes ya? Oya
mas, minta tolong nanti di antar ke kursi taman yang diujung sana ya.
Makasih...”
Suara Pak Pram sedang memesan camilan kegemarannya
sambil menunjuk ke arah kursi di ujung taman.
“Lihat tuh dik bunga melati, harum nian berseri..kan
kupetik untukmu..simpan dalam hatiii...”
Pak Pram berkelakar dengan menirukan bait lagu grup
band Naif. Bu Carissa mencubit pelan lengan pria yang ada di sampingnya dengan
gemas akibat kekonyolan yang dilihatnya.
.....................................................
Lantun jiwa membahana,
suarakan dentang-denting lonceng hati,
yang tersaput mendung dan hujan,
namun tak lekang dimakan waktu untuk terus merindui,
setangkai indah bunga melati.
Karya pribadi tercetak dalam sukma,
membungkus indah maghligai cinta, teramu bersama seribu bunga dan ceria,
mendekam diam menanti masa.
T'lah kusiapkan BINGKISAN HATI,
terbungkus indah maghligai cinta,
Duhai Carissa yang kucinta,
sediakah engkau menerimaku menyatukan sayap cinta?
.................................................................
Pak Pram datang membawa setangkai melati nan putih
suci. Lantunan puisi yang nampaknya telah ia persiapkan sejak lama kini
mengalir lancar di bibirnya. Carissa yang melihatnya menjadi tertegun tiada
mampu berkata. Mata Bu Carissa berkaca-kaca. Keharuan dan kegembiraan silih
berganti menghujam hatinya dan membetot seluruh perhatiannya.
“Bagaimana Dik Carissa yang cantik?” tanya Pak Pram
memperjelas permintaan dalam puisi yang tadi diucapkannya.
Nampak ia sekarang sibuk menyelipkan melati ke atas
telinga kanan Bu Carissa. Bu Carissa hanya tersenyum seakan mengiyakan semua
permintaan Pak Pram. Hati Bu Carissa sepertinya sudah demikian merasa melambung
dibuatnya. Kali ini ia merasakan cinta yang benar-benar cinta merasuk dalam
jiwa.
“Bagaimana Dik???”
Pak Pram tak sabar menunggu jawaban Bu Carissa meski
secara tersirat telah nyata bahwa wanita ayu yang duduk disampingnya telah
menunjukkan signal-signal cinta.
“Permisi mas,mbak..ini jagung pesanannya!!”
Sebuah suara memecah suasana romantika diamor yang
baru saja dibangun oleh Pak Pram. Nampak pak Pram bersungut sambil memberikan
beberapa lembar uang ribuan kepada penjual jagung.
CUPPP...
“I Love you....!!!”
Sebuah kecupan tiba-tiba meluncur cepat ke pipi Pak
Pram setelah mas penjual jagung berlalu. Pak Pram kaget dan dengan tersenyum
menikmati kekagetannya itu. Begitu juga Bu Carissa, nampaknya ia tersenyum
malu-malu setelah secara spontan ia mencium pipi Pak Pram. Mereka saling
berpandangan lama. Mata dan mata bertemu, hati dan hati bersatu, tak ada lagi
ruang bagi kehampaan jiwa.
“Aku akan menikahimu sayang...secepatnya!” ungkap Pak
Pram dengan mantap.
“Aku ikut saja mas...pokoknya ikut saja,” ucap Bu
Carissa menimpali.
Mata Bu Carissa yang genit mengerling manja pada
kekasih barunya itu. Senyuman penuh kecintaan menyemprot dengan deras dan menetes hingga di
pelataran sukma.
0 Komentar untuk "Juwita Hati: Bingkisan Hati"
Untuk diperhatikan!!!
1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus